Pages

Thursday, 12 April 2012

Tanggung Jawab Seorang Pekerja

Tulisan ini saya buat sebagai introspeksi diri selain sebagai media penyalur pendapat tanpa harus terperangkap pada emosi sesaat dan kemarahan sepihak atas seorang rekan kerja. Ini juga bukan ajang menyalahkan dan mengumbar kesalahan seseorang.

Salah seorang rekan kerja saya begitu cantik, pintar, dan baik sekali. Dia salah satu orang paling sopan yang saya temui selama ini. Tutur bahasanya sangat tertata hingga terkadang bagi saya yang merupakan tipe "rush-in" terkesan lambat sekali. Kinerjanya bagus, disukai semua orang. Selama periode awal.

Memasuki tahun berikutnya, ada sesuatu yang membuat dia tidak sepenuhnya "berada" di tempat kerja. Menurut info, dia sudah berniat tidak melanjutkan kontrak namun keputusannya dibuat terlambat sehingga jika pengunduran diri tetap dijalankan dia akan terjebak pada kewajiban penalti dan sebagainya.

Dia bersedia melanjutkan sesuai dengan kontrak dan berusaha menjalani semua kewajibannya. Enam bulan kemudian, di saat kantor sedang dalam kesibukan tingkat tinggi, dia mulai meninggalkan posisinya lebih sering daripada sebelumnya. Dengan berbagai alasan izin tidak masuk. Ketidakhadirannya mulai berdampak pada partner-nya yang kebanjiran pekerjaan. (Di tempat kami, sebagian bekerja berpasangan) Pekerjaan yang seharusnya dilakukan berdua ditinggalkan begitu saja bahkan pada satu hari menjelang deadline.

Saya merasa marah sekali (sebagai penanggung jawab keseluruhan projek) karena sang partner ditinggal begitu saja dan di hari H dia tidak masuk dengan alasan sedang mengikuti pelatihan di suatu tempat (dan bukan penugasan dari kantor). Hal ini diperburuk tepat di hari itu dia menulis status dengan riangnya "sedang makan siang di xxx" sedangkan kami semua dilanda kecemasan akan proses yang sedang berlangsung di kantor.

Sejak saat itu, rasa respek saya padanya (yang dulu pernah ada) berkurang drastis. Saya tahu dia sudah tidak ingin berada di kantor ini, namun apakah itu berarti segala kewajiban yang dia punya ditinggalkan begitu saja. Dimana rasa tanggung jawabnya? Dia bahkan tidak menganggap partner kerjanya sebagai teman?

Saya lantas berpikir apakah jika saya sudah melakukan apa yang menjadi bagian saya maka saya sudah bisa dikatakan bertanggung jawab. Saya perlu menilik ulang sudut pandang mata saya. Di kanan dan kiri saya banyak masih perlu dilihat dan saya bisa meminta kaki dan tangan saya untuk melangkah menuju sudut yang memerlukan.

EM
- Tangerang, 13 April 2012 -

No comments:

Post a Comment